
Dari mana asal mula kata “Bengkalis?” Apakah memang berasal dari kata ‘Mengkal’ dan ‘Kalis’, yang diucapkan oleh Raja Kecik saat tiba di Muntai pada abad 17-an lalu?
Inilah salah satu topik yang dibicarakan dalam acara diskusi sejarah dan budaya Bengkalis, Minggu, 25 Juli 2021, pukul 20.00 WIB s/d selesai. Kegiatan ini adalah sebuah inisiatif sederhana dalam rangka memperingati perjalanan satu tahun berdirinya Semesta dan HUT Bengkalis ke-509. Bertempat di Ngumpold Café, Jalan Hangtuah, kegiatan diskusi ini dihadiri oleh 20 peserta dari rekan-rekan mahasiswa dan masyarakat umum yang menaruh perhatian besar pada autentisitas sejarah dan kelestarian budaya Bengkalis. Jumlah peserta dibatasi hanya 20 orang saja dengan kewajiban menerapkan protokol kesehatan ketat mengingat situasi pandemi Covid-19 yang masih terjadi.
H Riza Pahlefi, mantan wakil bupati Bengkalis periode 2000-2004 yang juga penulis serta penikmat sejarah dan budaya Bengkalis, menjadi narasumber pada kegiatan ini di dua segmen diskusi, di mana segmen pertama mengulik tentang sejarah Bengkalis dan segmen kedua membahas tentang budaya dan nilai-nilai yang ada di Bengkalis.
Abah Riza, begitu beliau biasa disapa, menyampaikan bahwa kata Bengkalis yang berasal dari ‘Mengkal’ dan ‘Kalis’ bukanlah informasi valid yang dapat dijadikan rujukan karena dari ‘timeline’-nya saja tidak tepat. Menurut beliau, dari fakta sejarahnya, nama ‘Bengkalis’ bahkan sudah dituliskan dalam berbagai literatur berbahasa Belanda dan Portugis di abad 15-an, jauh sebelum kedatangan Raja Kecik ke Bengkalis.
Peserta yang hadir begitu antusias mendengarkan penjelasan demi penjelasan dari Abah Riza, apalagi diskusinya dipandu oleh Mella Yulindra, Dara Riau 2019, dengan sangat atraktif. Beberapa dari peserta juga aktif memberikan pertanyaan. Salah satu pertanyaan menarik dari peserta yaitu apakah usia Bengkalis benar-benar 509 tahun?
Abah Riza kemudian menjawab bahwa Bengkalis tidak muncul atau lahir begitu saja pada 509 tahun yang lalu, bisa jadi Bengkalis sudah ada jauh sebelum itu. Angka 509 adalah tonggak, sebuah ‘milestone’ yang menjadi penanda untuk awal yang baru di masa berikutnya.
Sebelum memasuki segmen kedua, audiens yang hadir disuguhkan dengan penampilan puisi yang berjudul ‘Rindu si Anak Pulau : Untuk Bengkalis Negeri Junjungan’, dibawakan oleh Muhammad Sapikri dari Rumah Sastra Bengkalis dengan begitu magis. Dengan iringan musik adat melayu Bengkalis, penampilan puisi tersebut juga ikut mewarnai dan memeriahkan acara diskusi.
Closing statement dari Abah Riza adalah sebuah ajakan untuk mari kita rawat bersama Bengkalis kita. Beliau mengapresiasi kegiatan diskusi ini karena inilah salah satu wujud dari upaya kita untuk merawat Bengkalis. Harapan Semesta, semoga makin banyak gerakan-gerakan kecil dan langkah kolaboratif bersama dari berbagai pihak sebagai upaya untuk membuat perubahan yang besar. Untuk Bengkalis maju. Untuk Bengkalis Jaya. (AR)